HIGAYON

25
Nov

HIGAYON

“Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya, TUHAN, gunung batuku dan penebusku”
(Mazmur 19:15)

Pemazmur dalam sebuah “percakapan pribadinya” berkata “mudah-mudahan TUHAN berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku,…” Kata renungan berasal terjemahan dari kata Ibrani “Higayon” yang biasa juga diterjemahkan dengan meditasi. Kata “Higayon”, dipakai untuk mengakhiri sebuah mazmur seperti Mazmur 9:17 “TUHAN telah memperkenalkan diri-Nya, … Higayon.” Arti kata “Higayon” dalam kamus Alkitab adalah “petunjuk bagi yang memainkan alat musik.” Pada dasarnya pemusik membutuhkan petunjuk, agar musik yang dimainkan memiliki arah dan tujuan yang benar. Firman Tuhan adalah petunjuknya. Dalam Ensiklopedia The International Standard Bible menyatakan bahwa kata ini sebagai selingan musik. Namun, kata ini bisa dimaksudkan sebagai “percakapan seorang diri” atau “perenungan pribadi” (meditation).

Apa perenungan hati penulis Mazmur 19? Ada dua yang menjadi renungannya. Pertama, bersama dengan Mazmur 8, 29, 104, 148, Pemazmur mengagungkan TUHAN karena keindahan ciptaan-Nya. Pemazmur tidak hanya merasa kagum melihat bahwa siang dan malam berganti terus, ia juga kagum karena alam yang teratur itu menceritakan kemuliaan sang Pencipta (Maz. 19:2-5). Kedua, bersama mazmur 1 dan 119, Pemazmur memuji TUHAN karena kesucian Taurat-Nya (ay.8-11). Dan pada ayat 12-15, Pemazmur berdoa, agar ia diperkenankan tetap berpegang pada Taurat itu.

Bagaimana dengan perenungan pribadi kita? Di tengah hiruk pikuk, kebisingan dunia, dan dalam segala kesibukan keseharian kita, kita terburu-buru dalam perenungan. Ada yang mengatakan Kekristenan kita sekarang ini adalah “noisy religion” atau “agama berisik.” Dan tidak jarang kita tidak lagi punya waktu untuk benar-benar masuk dalam renungan hati “HIGAYON” –“percakapan seorang diri” – yang bermakna.

Hari ini perenungan pribadi kita bisa telat, lalu besok atau lusa bisa lewat. Dan akhirnya, perenungan pribadi kita sebatas aktivitas palsu tanpa makna, agar hari itu dilewati tanpa merasa berdosa. Kalau demikian adanya, apakah masih sempat merenungkan keagungan TUHAN dan memuji kesucian Tuarat – Firman – TUHAN, seperti yang dilakukan oleh Pemazmur?

Suatu kali seorang wartawan bertanya kepada seorang ibu tua yang sedang berdoa: “Apa yang ibu katakan kepada Tuhan saat ibu berdoa?” ibu tua itu menjawab, “saya tidak berkata apa-apa, saya mendengarkan saja.” Kalau demikian, “apa yang Tuhan katakan kepada ibu?” Ibu tua itu menjawab, “Tuhan tidak berkata apa-apa, Tuhan hanya mendengar.”
Keintiman ibu tua ini dengan Tuhannya, tidak banyak memerlukan kata-kata. Hati yang berpadu menjadi sebuah perjumpaan yang saling mengerti, walau minim kata-kata.

“Bila kita tidak mau memperbaiki waktu perenungan pribadi kita, maka kerusakan rohani kita tidak bisa kita perbaiki”