Masih Ada, Atau Sudah Hilang

17
Aug

Masih Ada, Atau Sudah Hilang
Wahyu 2:1-7

“Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula” Wahyu 2:4

Seorang wartawan menulis tentang seorang pria yang berbaring di sebuah parit di sebuah jalan yang ramai. Wartawan menulis: “Beratus-ratus orang melewati orang itu, tetapi tidak ada seorangpun yang berhenti menolong dia atau menunjukkan kasih kepadanya.” Hanya aku seorang yang berhenti di dekatnya. Maaf aku, hanyalah seorang wartawan.

Gereja Efesus didirikan Paulus tahun 55. Gereja ini ada di kota Efesus sebuah kota yang besar. Efesus pada waktu itu disebut sebagai the center of the Christian world. Gereja Efesus adalah gereja yang dipuji Tuhan. Dipuji karena jerih payah, ketekun dan mereka tidak sabar terhadap guru-guru palsu (ay. 2). Mereka juga dikenal tidak kenal lelah, tetap sabar dan menderita oleh karena nama Tuhan (ay. 3). Betapa baiknya gereja ini, bukan? Namun, satu celaan Tuhan atas mereka menutupi segala kebaikan gereja Efesus. Celaan Tuhan atas mereka ialah karena mereka telah meninggalkan kasih yang semula (ay.4)

Apa sih yang dimaksud dengan kasih yang semula yang hilang dari gereja Efesus? Kasih yang murni dan hangat, yang ditujukan kepada Allah dan sesama. Kasih yang dinyatakan kepada Allah dan sesama, tanpa pamrih, tanpa hitung-hitungan, tanpa pandang siapa dia, siapa saya, siapa kamu. Kasih semacam ini adalah kewajiban dari setiap orang yang menyebut dirinya pengikut Kristus (Mat. 22:37-39).

Apakah gereja-gereja – termasuk gereja kita – kasih yang semula itu juga telah tergerus? Gereja kita, dimasa sebelum pandemi kehadiran dapat mencapai 900-1000 orang
setiap minggunya. Kini kisar 400-500 orang saja. Kecuali minggu pertama karena ibadah dirangkai dengan Perjamuan Kudus – “Perjamuan Kudus menjadi salah satu penarik untuk menghimpun jemaat” – pengunjung ibadah bisa meningkat. Berkurang 50%. Artinya, berkurang 50% kehadiran, aktifitas pelayanan, pelayan dan otomatis persembahan juga.

Mengapa sekarang, setelah pandemi Covid-19 menurun atau tidak seganas awal-awal tahun 2021, kehadiran jemaat tidak naik secara berarti? Mungkinkah ini penyebabnya? Kerinduan untuk bisa beribadah bersama dan saling berinteraksi sudah bukan menjadi kebutuhan utama lagi. Memilih ibadah secara online masih menjadi pilihan yang beralasan. Tidak mau repot dan tidak mau direpotkan. Bisa pilih waktu yang disukai, sehingga hal yang lebih disukai bisa didahulukan. Sedikit lebih santai. Tidak perlu basa-basi dengan sesama, seperti saat bertemu di gereja. Mungkinkah prilaku hidup yang bergesar seperti ini dapat membuat gereja kehilangan kasih yang semula kepada Allah dan sesamanya? Bila ya, apa komitmen saudara? Apa solusi yang bisa saudara tawarkan? Sesungguhnya, apa sih fungsi utama dari gereja?

“Tuhan, beralasankah jika aku kuatir gereja bisa tidak berfungsi sebagai gereja lagi?”