Filosofi Bunga Matahari

06
Dec

Filosofi Bunga Matahari
Efesus 2:10

Bapak Ibu Saudara (BIS), siapa yang suka ngeliatin bunga? Suka foto bersama bunga? Atau, suka elus-elus bunga? Hari ini, Saya mau bicara soal bunga, yang sudah pasti sungguh cantik sekali. Bukan Bunga Citra Lestari, bukan pula Bunga Zainal, tapi bunga matahari.

Saudaraku, mari kita tengok filosofi dari bunga matahari, dikaitkan dengan dunia pelayanan kita. Yang pertama, bukan hanya indah untuk dilihat, tapi juga bermanfaat. Selain bisa menjadi pupuk tanaman, daun atau kelopak bunga matahari juga banyak dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Bahkan, di luar negeri daun bunga matahari dapat diolah menjadi makanan burung. Sama dengan pelayanan kita, bukan? Hendaknya kita bukan hanya terlihat cantik di luar, tapi juga jadi berkat bagi sekitar.

Yang kedua, seindah apapun, bunga ini akan tetap kering dan melayu ketika berumur tua. Beda dengan BCL, bunga matahari ini mau diolesin skincare tujuh lapis pun, tetep akan menua dan kering. Mirip bukan dengan masa edar pelayanan kita, bukan? Sehebat-hebatnya kita, ada waktunya kok buat kita mundur alon-alon.

Yang terakhir, bunga matahari tetap meninggalkan manfaat ketika telah berusia tua dan mati. Hhmm, menarik nih! Hari-hari ini, banyak pelayan gereja yang ‘emeritus dini’. Tapi dari bunga matahari kita bisa melihat, di masa tuanya, bahkan di akhir hidupnya pun, dia tetap setia jadi berkat.

Jadi? Sama seperti bunga matahari: teruslah jalani hidup bermanfaat. Kenapa? Karena untuk itulah setiap Engkau dan Saya diciptakan dan ditebus: untuk melakukan pekerjaan yang baik yang telah Dia tentukan sejak dari semula (Ef. 2:10).